Sabtu, 01 Juli 2006

Emotional Quotient

Selama puluhan tahun ada banyak orang meyakini bahwa kecerdasan adalah ukuran keberhasilan bagi seseorang. Itu sebabnya mulai dari usia anak-anak sampai usia dewasa, semuanya mengalami apa yang disebut dengan tes kecerdasan atau Intelegence Quotient. Mulai dari masuk sekolah, melamar pekerjaan, tes masuk angkatan bersenjata, memperpanjang SIM, dan sebagainya harus melewati tes IQ. Peserta wajib memenuhi standar tertentu sebelum dapat dianggap layak untuk diterima. Pemikiran yang mendasari hal ini adalah seseorang yang “pandai” pasti akan berhasil dikemudian hari. Sejujurnya sampai dengan saat inipun ada banyak dari kita yang setuju dengan pendapat di atas.

Sebenarnya hal ini tidak salah hanya karena penekanan yang lebih terhadap syarat kecerdasan tertentu, kita melupakan hal-hal lain dalam hidup kita yang mungkin jauh lebih berperan terhadap keberhasilan hidup. Hampir setiap orang tua menginginkan anak-anaknya memperoleh nilai-nilai tinggi dalam sekolah. Sekali lagi ini penting sekali tetapi kenyataannya anak yang pandai sekolah tidak menjamin keberhasilan nantinya di dunia kerja. Masalahnya ternyata terletak pada kemampuan beradaptasi dan penyesuaian diri serta kemampuan dalam membangun hubungan dengan sesama.

Pada pertengahan tahun 90an kita mulai mendengar istilah EQ yang makin lama makin popular sampai saat ini. Dunia sepertinya tercelik dan mendapat jawaban tentang kesenjangan antara IQ dan keberhasilan seseorang di dunia nyata. Ternyata bahwa dibutuhkan lebih dari sekedar pandai untuk kita bisa berhasil. Kalau boleh diambil kesimpulan ternyata “karakter dan integritas” seseorang berperan jauh lebih penting dari pada hanya sekedar pandai. Saya sering mendengar tentang anak Tuhan yang pandai (baca: lihai) “mempermainkan” orang lain. Mereka bukannya menjadi berkat karena kepandaian, sebaliknya seringkali menimbulkan masalah bagi orang lain.

Saya percaya Yesus adalah pribadi yang punya IQ sangat tinggi. Lihat saja pengajaran-pengajaran dan yang lebih penting perbuatan-perbuatan yang Dia lakukan selama 33,5 tahun di bumi ini. Yesus uniknya bukan seorang yang gampang berkompromi, Dia sangat tegas dan punya sikap yang benar. Sekalipun demikian Alkitab mencatat keberhasilanNya dalam berhadapan dengan orang banyak. Markus 3:7,8 berkata: “Kemudian Yesus dengan murid-muridNya menyingkir ke danau, dan banyak orang dari Galilea mengikutiNya. Juga dari Yudea, dari Yerusalem, dari Idumea, dari seberang Yordan, dan dari daerah Tirus dan Sidon datang banyak orang kepadaNya, sesudah mereka mendengar segala yang dilakukanNya.”

Kalau mau diaplikasikan dalam dunia nyata, boleh dikatakan Yesus adalah seorang yang sukses dalam apapun yang dikerjakanNya. Bagaimana dengan kita? Saya mengerti kita sedang menghadapi masa-masa yang sulit. “Sekarang semua serba susah pak!!!” Seorang jemaat bicara dengan saya, apa kita kurang berdoa? Atau kurang rajin ibadah? Atau perlu urapan lebih? Dan sebagainya. Saya percaya itu semua sangat baik dan perlu, tapi jangan-jangan saking rohaninya kita lupa hal-hal yang sifatnya praktis. Bagaimana pendekatan kita dengan langganan? Gimana cara kita memperlakukan mereka? Bagaimana kita memandang mereka? Termasuk apa pendapat kita tentang diri kita sendiri? Positi atau negatif? Semua ini, anda yang tahu jawabannya.

Saya berdoa dan tetap percaya Tuhan tidak merencanakan kegagalan, kalaupun gagal itu hanya keberhasilan yang tertunda. Mari kita yakini ini sungguh-sungguh, plus kita jaga sikap kita. Mari minggu yang baru ini, kita lebih optimis – positif – berintegritas – berkarakter – dsb, tingkatkan skor EQ anda bersama Tuhan. Saya percaya kita akan menuai lebih, lebih dan lebih lagi sebab kita akan jadi lebih berhikmat, menyenangkan, tapi tidak gampangan apalagi terlibat dosa. Maju terus pantang mundur, lupakan minggu yang sudah lalu lihat ke depan dengan keyakinan yang lebih. Tuhan memberkati !!!!

Tidak ada komentar: